Selasa, 09 Oktober 2012

SEJARAH DESA

Pada tahun 1954, desa Wanakerta masih bernama desa Cikoang. Kemudian, desa Cikoang melakukan pemekaran menjadi desa Wanakerta dan desa Kertajaya. Terdapat tokoh desa Cikoang yang sedari awal memperjuangkan desa ini, yaitu Baing Adiwikarta. Beliau merupakan seorang yang berdarah biru dan berasal dari Demak.
Pada tahun 1952, ia memperjuangkan desa Cikoang agar bisa menjadi desa yang lebih maju. Namun, ia tidak memiliki biaya yang cukup untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya, ia menjual seluruh harta kekayaan yang dimilikinya ke pihak bank. Seluruh hasil penjualan tersebut ia gunakan untuk membayar gaji seluruh perangkat desa. Bila dinilai dengan jumlah tanah, seluruh hasil kekayaan yang ia terima untuk membayar gaji perangkat desa tersebut setara dengan tanah seluas empat setengah hektar. Menurut narasumber, dengan tanah yang hanya seluas itu harus dapat mencukupi gaji seluruh perangkat desa bagaimanapun caranya.
Desa Wanakerta merupakan pelopor dari bidang pendidikan dan koperasi. Hal tersebut terjadi karena pada awalnya desa Wanakerta membeli tanah seluas 50 tumbak di daerah Cibatu 4. Kemudian, tanah tersebut dibangun menjadi Sekolah Jasa Rakyat atau setara Sekolah Menengah Pertama (SMP) di zaman sekarang. Seiring berjalannya waktu, sekolah ini berganti nama menjadi Taman Siswa. Namun, setelah berapa lama ternyata sekolah ini mengalami masalah yang cukup serius, yaitu kekurangan biaya.
Dengan biaya yang kurang memadai tersebut, sekolah ini pun akhirnya tutup atau bangkrut. Setelah beberapa waktu, kemudian didirikan SMP Negeri Cibatu dan dibangun oleh putra Baing Adiwikarta. Masih menurut narasumber, dahulu data-data yang terdapat di masyarakat diarsipkan melalui tulisan tangan yang diurus oleh putra Baing Adiwikarta, yaitu Pak Aos. Saat itu, hanya Pak Aos yang bisa menulis.
Untuk bidang Koperasi yang pertama kali dibangun dan paling maju bernama “Mangun Raharja”. Namun koperasi tersebut rusak dikarenakan adanya perubahan nilai mata uang pada zaman Soekarno ke Soeharto yaitu dari Rp 1000,-  menjadi Rp 1,-. Koperasi “mangun Raharja” dapat menjadi koperasi yang maju dikarenakan selain adanya modal dari para pediri Desa Wanakerta juga didukung dengan adanya kepengurusan koperasi yang baik. Maka dari itu, untuk memajukan koperasi yang sudah “rusak” dangat bergantung pada pengelolaan yang baik.
Daerah kunci desa Wanakerta adalah Panyosogan. Hal ini bisa terjadi bukan karena tidak ada penyebabnya. Pada awalnya, Baing Adiwikarta ingin memperkuat desa Wanakerta ini. Maksudnya, beliau ingin membentuk daerah pemerintahan yang tujuannya untuk memperkuat desa Wanakerta. Kata memperkuat dalam bahasa Sunda yaitu nyesegan. Oleh karena itu, Baing Adiwikarta membentuk daerah yang bernama Panyosogan yang sampai saat ini menjadi kunci dari desa Wanakerta. Menurut Pak Sunarya, jika daerah Panyosogan runtuh ada kemungkinan desa Wanakerta juga ikut runtuh. Daerah ini juga merupakan pelopor seni dan pendidikan.
Wanakerta merupakan desa pelopor pendidikan, pembangunan, dan kesenian. Untuk bidang kesenian terdapat beberapa jenis kesenian yang dikembangkan oleh desa Wanakerta diantaranya yaitu seni reog dan seni calung. Bahkan pada tahun 1969, seni reog menjadi pemenang se-Jawa Barat.
Selain itu, keunggulan desa Wankaerta juga terdapat dalam bidang kesenian lain khususnya wayang golek. Bibit wayang golek berasal dari Demak yang menjadi asal muasal daerah Wanakerta. Ayah dari dalang yang sangat terkenal di Indonesia, yang bernama Asep Sunandar Sunarya, yaitu Abah Sunarya berasal dari desa Wanakerta ini. Selain Asep Sunarya, Abah Sunarya memiliki putra yang sama-sama berprofesi sebagai dalang terkemuka yang bernama Ade Kosasih.
Selain wayang golek dan reog, masih banyak terdapat kesenian lain yang menjadi keunggulan dari desa Wanakerta. Namun, sayangnya dengan adanya teknologi media yang sudah mulai memasuki desa sehingga mengakibatkan budaya dan kesenian tersebut makin lama semakin terkikis.
Mulanya, Wanakerta berasal dari kata-kata dalam bahasa Sunda, wana yaitu leuweung dan kerta yaitu raharja. Dalam bahasa Indonesia, leuweung berarti hutan sedangkan kerta berarti sejahtera, subur, atau makmur. Maksudnya, desa Wanakerta diharapkan dapat tetap menjadi desa yang sejahtera, subur, serta makmur meskipun letakya ada didalam hutan. Kekuatan desa Wanakerta seolah-olah diikat di daerah Panyosogan. Tokoh yang menciptakan istilah Wanakerta adalah Baing Adiwikarta.