Pada
tahun 1954, desa Wanakerta masih bernama desa Cikoang. Kemudian, desa
Cikoang melakukan pemekaran menjadi desa Wanakerta dan desa Kertajaya.
Terdapat tokoh desa Cikoang yang sedari awal memperjuangkan desa ini,
yaitu Baing Adiwikarta. Beliau merupakan seorang yang berdarah biru dan
berasal dari Demak.
Pada tahun 1952, ia memperjuangkan desa Cikoang agar bisa menjadi
desa yang lebih maju. Namun, ia tidak memiliki biaya yang cukup untuk
melakukan hal tersebut. Akhirnya, ia menjual seluruh harta kekayaan yang
dimilikinya ke pihak bank. Seluruh hasil penjualan tersebut ia gunakan
untuk membayar gaji seluruh perangkat desa. Bila dinilai dengan jumlah
tanah, seluruh hasil kekayaan yang ia terima untuk membayar gaji
perangkat desa tersebut setara dengan tanah seluas empat setengah
hektar. Menurut narasumber, dengan tanah yang hanya seluas itu harus
dapat mencukupi gaji seluruh perangkat desa bagaimanapun caranya.
Desa Wanakerta merupakan pelopor dari bidang pendidikan dan koperasi.
Hal tersebut terjadi karena pada awalnya desa Wanakerta membeli tanah
seluas 50 tumbak di daerah Cibatu 4. Kemudian, tanah tersebut dibangun
menjadi Sekolah Jasa Rakyat atau setara Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di zaman sekarang. Seiring berjalannya waktu, sekolah ini berganti nama
menjadi Taman Siswa. Namun, setelah berapa lama ternyata sekolah ini
mengalami masalah yang cukup serius, yaitu kekurangan biaya.
Dengan biaya yang kurang memadai tersebut, sekolah ini pun akhirnya
tutup atau bangkrut. Setelah beberapa waktu, kemudian didirikan SMP
Negeri Cibatu dan dibangun oleh putra Baing Adiwikarta. Masih menurut
narasumber, dahulu data-data yang terdapat di masyarakat diarsipkan
melalui tulisan tangan yang diurus oleh putra Baing Adiwikarta, yaitu
Pak Aos. Saat itu, hanya Pak Aos yang bisa menulis.
Untuk bidang Koperasi yang pertama kali dibangun dan paling maju
bernama “Mangun Raharja”. Namun koperasi tersebut rusak dikarenakan
adanya perubahan nilai mata uang pada zaman Soekarno ke Soeharto yaitu
dari Rp 1000,- menjadi Rp 1,-. Koperasi “mangun Raharja” dapat menjadi
koperasi yang maju dikarenakan selain adanya modal dari para pediri Desa
Wanakerta juga didukung dengan adanya kepengurusan koperasi yang baik.
Maka dari itu, untuk memajukan koperasi yang sudah “rusak” dangat
bergantung pada pengelolaan yang baik.
Daerah kunci desa Wanakerta adalah Panyosogan. Hal ini bisa terjadi
bukan karena tidak ada penyebabnya. Pada awalnya, Baing Adiwikarta ingin
memperkuat desa Wanakerta ini. Maksudnya, beliau ingin membentuk daerah
pemerintahan yang tujuannya untuk memperkuat desa Wanakerta. Kata
memperkuat dalam bahasa Sunda yaitu nyesegan. Oleh karena itu,
Baing Adiwikarta membentuk daerah yang bernama Panyosogan yang sampai
saat ini menjadi kunci dari desa Wanakerta. Menurut Pak Sunarya, jika
daerah Panyosogan runtuh ada kemungkinan desa Wanakerta juga ikut
runtuh. Daerah ini juga merupakan pelopor seni dan pendidikan.
Wanakerta merupakan desa pelopor pendidikan, pembangunan, dan
kesenian. Untuk bidang kesenian terdapat beberapa jenis kesenian yang
dikembangkan oleh desa Wanakerta diantaranya yaitu seni reog dan seni
calung. Bahkan pada tahun 1969, seni reog menjadi pemenang se-Jawa
Barat.
Selain itu, keunggulan desa Wankaerta juga terdapat dalam bidang
kesenian lain khususnya wayang golek. Bibit wayang golek berasal dari
Demak yang menjadi asal muasal daerah Wanakerta. Ayah dari dalang yang
sangat terkenal di Indonesia, yang bernama Asep Sunandar Sunarya, yaitu
Abah Sunarya berasal dari desa Wanakerta ini. Selain Asep Sunarya, Abah
Sunarya memiliki putra yang sama-sama berprofesi sebagai dalang
terkemuka yang bernama Ade Kosasih.
Selain wayang golek dan reog, masih banyak terdapat kesenian lain
yang menjadi keunggulan dari desa Wanakerta. Namun, sayangnya dengan
adanya teknologi media yang sudah mulai memasuki desa sehingga
mengakibatkan budaya dan kesenian tersebut makin lama semakin terkikis.
Mulanya, Wanakerta berasal dari kata-kata dalam bahasa Sunda, wana yaitu leuweung dan kerta yaitu raharja.
Dalam bahasa Indonesia, leuweung berarti hutan sedangkan kerta berarti
sejahtera, subur, atau makmur. Maksudnya, desa Wanakerta diharapkan
dapat tetap menjadi desa yang sejahtera, subur, serta makmur meskipun
letakya ada didalam hutan. Kekuatan desa Wanakerta seolah-olah diikat di
daerah Panyosogan. Tokoh yang menciptakan istilah Wanakerta adalah
Baing Adiwikarta.